LOKASI WISATA ZIARAH " MAKAM KI AGENG TARUB ( JOKOTARUB ) " KURANG LEBIH 12 KM KE ARAH TIMUR DARI KOTA PURWODADI, TEPATNYA DI DESA TARUB, KECAMATAN TAWANGHARJO KABUPATEN GROBOGAN.

Sabtu, 25 September 2010

DOWNLOAD EBOOK KITAB & MP3 GRATIS

Disini kami menyediakan EBOOK dan MP3 Gratis dengan tujuan siar Agama serta Memelihara Budaya Bangsa Yang Adiluhung semata dan tidak ada unsur komersial, dan dilarang keras menjual EBOOK dan MP3 yang kami sediakan disini

Sabtu, 18 September 2010

Bunga Rampai Nasihat

Bunga Rampai Nasihat
K.H. Abdullah Gymnastiar

Mudah-mudahan Allah yang Maha Menguasai segala-galanya selalu membukakan hati kita agar bisa melihat hikmah dibalik setiap kejadian apapun yang terjadi. Yakinlah tidak ada satu kejadian pun yang sia-sia, tidak ada suatu kejadian pun yang tanpa makna, sangat rugi kalau kita menghadapi hidup ini sampai tidak mendapat pelajaran dari apa yang sedang kita jalani. Hidup ini adalah samudera hikmah tiada terputus. Seharusnya apapun yang kita hadapi, efektif bisa menambah ilmu, wawasan, khususnya lagi bisa menambah kematangan, kedewasaan, kearifan diri kita sehingga kalau kita mati besok lusa atau kapan saja, maka warisan terbesar kita adalah kehormatan pribadi kita, bukan hanya harta semata. Rindukanlah dan selalu berharap agar saat kepulangan kita nanti, saat kematian kita adalah saat yang paling indah.

Harusnya saat malaikat maut menjemput, kita benar-benar dalam keadaan siap, benar-benar dalam keadaan khusnul khatimah. Harus sering dibayangkan kalau saat meninggal nanti kita sedang bagus niat, sedang bersih hati, keringat sedang bercucuran di jalan Allah SWT. Syukur-syukur kalau nanti kita meninggal, kita sedang bersujud atau sedang berjuang di jalan Allah. Jangan sampai kita mati sia-sia, seperti yang diberitakan koran-koran tentang seorang yang meninggal sedang nonton di bioskop. Terang saja buruk sekali orang yang meninggal di bioskop, apalagi misalnya film yang ditontonnya film (maaf) “Gairah Membara”, film maksiat, na’udzubillah. Dia akan “membara” betulan di neraka nanti. Ingat maut adalah hal yang sangat penting.

Tiada kehormatan dan kemuliaan kecuali dari Engkau wahai Allah pemilik alam semesta, yang mengangkat derajat siapa pun yang Engkau kehendaki dan menghinakan siapa pun yang Engkau kehendaki, segala puji hanyalah bagi-Mu dan milik-Mu. Shalawat semoga senantiasa terlimpah bagi kekasih Allah, panutan kita semua Rasulullah SAW.

Sahabat, percayalah sehebat apapun harta, gelar, pangkat, kedudukan, atau atribut duniawi lainnya tak akan pernah berharga jikalau kita tidak memiliki harga diri. Apalah artinya harta, gelar, dan pangkat, kalau pemiliknya tidak punya harga diri.

Hidup di dunia hanya satu kali dan sebentar saja. Kita harus bersungguh-sungguh meniti karier kehidupan kita ini menjadi orang yang memiliki harga diri dan terhormat dalam pandangan Allah SWT juga terhormat dalam pandangan orang-orang beriman. Dan kematian kita pun harus kita rindukan menjadi sebaik-baik kematian yang penuh kehormatan dan kemuliaan dengan warisan terpenting kehidupan kita adalah nama baik dan kehormatan kita yang tanpa cela, kehinaan.

Langkah awal yang harus kita bangun dalam karier kehidupan ini adalah tekad untuk menjadi seorang muslim yang sangat jujur dan terpercaya sampai mati. Seperti halnya Rasulullah SAW memulai karier kehidupannya dengan gelar kehormatan Al Amin (seorang yang sangat terpercaya).

Kita harus berjuang mati-matian untuk memelihara harga diri kehormatan kita menjadi seorang muslim yang terpercaya, sehingga tidak ada keraguan sama sekali bagi siapapun yang bergaul dengan kita, baik muslim maupun non muslim, baik kawan atau lawan, tidak boleh ada keraguan terhadap ucapan, janji, maupun amanah yang kita pikul.

Oleh karena itu, pertama, jaga lisan kita. Jangan pernah berbohong dalam hal apapun. Sekecil dan sesederhana apapun, bahkan betapa pun terhadap anak kecil atau dalam senda gurau sekalipun. Harus benar-benar bersih dan meyakinkan, tidak ada dusta, pastikan tidak pernah ada dusta! Lebih baik kita disisihkan karena kita tampil apa adanya, daripada kita diterima karena berdusta. Sungguh tidak akan pernah bahagia dan terhormat menjadi seorang pendusta. (Tentu saja bukan berarti harus membeberkan aib-aib diri yang telah ditutupi Allah, ada kekuasaan tersendiri, ada kekhususan tersendiri. Jujur bukan berarti bebas membeberkan aib sendiri).

Kedua, jaga lisan, jangan pernah menambah-nambah, mereka-reka, mendramatisir berita, informasi, atau sebaliknya meniadakan apa yang harus disampaikan. Sampaikanlah berita atau informasi yang mesti disampaikan seakurat mungkin sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Kita terkadang suka ingin menambah-nambah sesuatu atau bahkan merekayasa kata-kata atau cerita. Jangan lakukan! Sama sekali tidak akan menolong kita, nanti ketika orang tahu informasi yang sebenarnya, akan runtuhlah kepercayaan mereka kepada kita.

Ketiga, jangan sok tahu atau sok pintar dengan menjawab setiap dan segala pertanyaan. Nah, orang yang selalu menjawab setiap pertanyaan bila tanpa ilmu akan menunjukkan kebodohan saja. Yakinlah kalau kita sok tahu tanpa ilmu itulah tanda kebodohan kita. Yang lebih baik adalah kita harus berani mengatakan “tidak tahu” kalau memang kita tidak mengetahuinya, atau jauh lebih baik disebut bodoh karena jujur apa adanya, daripada kita berdusta dalam pandangan Allah.

Keempat, jangan pernah membocorkan rahasia atau amanat, terlebih lagi membeberkan aib orang lain. Jangan sekali-kali melakukannya. Ingat setiap kali kita ngobrol dengan orang lain, maka obrolan itu jadi amanah buat kita. Bagi orang yang suka membocorkan rahasia akan jatuhlah harga dirinya. Padahal justru kita harus jadi kuburan bagi rahasia dan aib orang lain. Yang namanya kuburan tidak usah digali-gali lagi kecuali pembeberan yang sah menurut syariat dan membawa kebaikan bagi semua pihak. Ingat, bila ada seseorang datang dengan menceritakan aib dan kejelekan orang lain kepada kita, maka jangan pernah percayai dia, karena ketika berpisah dengan kita, maka dia pun akan menceritakan aib dan kejelekan kita kepada yang lain lagi.

Kelima, jangan pernah mengingkari janji dan jangan mudah mengobral janji. Pastikan setiap janji tercatat dengan baik dan selalu ada saksi untuk mengingatkan dan berjuanglah sekuat tenaga dan semaksimal mungkin untuk menepati janji walaupun dengan pengorbanan lahir batin yang sangat besar dan berat. Ingat, semua pengorbanan menjadi sangat kecil dibandingkan dengan kehilangan harga diri sebagai seorang pengingkar janji, seorang munafik, na’udzubillah. Tidak artinya. Semua pengorbanan itu kecil dibanding jika kita bernama si pengingkar janji. Rasulullah SAW pernah sampai tiga hari menunggu orang yang menjanjikannya untuk bertemu, beliau menunggu karena kehormatan bagi beliau adalah menepati janji.***

Selasa, 14 September 2010

Tiga Wasiat Agung Imam Ali ra.



Sesungguhnya di antara sekian banyak nikmat itu, cukuplah bagimu Islam sebagai nikmat; di antara sekian banyak
kesibukan itu, cukuplah ketaatan kepada Allah sebagai kesibukanmu; dan di antara sekian banyak pelajaran itu,
cukuplah maut (kematian) sebagai pelajaran bagimu." Demikian salah satu wasiat agung Imam Ali ra dalam suatu
riwayat.
Tentu, kenikmatan apapun sejatinya tak ada artinya jika seseorang tidak memeluk Islam, menjadi Muslim. Nikmat hidup,
nikmat sehat, nikmat banyak harta, nikmat memiliki anak-istri, nikmat jabatan, dll tak akan berarti tanpa adanya nikmat
Islam. Sebab, semua nikmat tersebut sesungguhnya bersifat semu dan sementara. Semua itu akan meninggalkan atau
ditinggalkan manusia. Saat ajal menjemput, tak akan lagi ada nikmat hidup, nikmat sehat, nikmat banyak harta, nikmat
memiliki anak-istri, nikmat jabatan dll. Semua berakhir. Yang tersisajika seseorang itu Muslimtinggal nikmat Islam, yang
akan terus mengiringi dirinya sampai ia menghadap kepada Allah SWT pada Hari Akhir nanti.
Karena itu, alangkah rugi manusia yang tak memeluk Islam. Alangkah rugi pula orang yang telah memeluk Islam tetapi
menyia-nyiakan keberislamannya, tidak berusaha menjadi Muslim sejati, yakni Muslim yang benar-benar bertakwa
kepada Allah SWT.
Selanjutnya, dari nasihat Imam Ali ra di atas, mengenai ketaatan kepada Allah SWT semestinya menjadi kesibukan kita
setiap hari. Dengan itu, tak ada waktu lagi bagi kita untuk bermaksiat kepada-Nya. Sebab, setiap desah nafas kita, detak
jantung kita, getar kalbu kita, pandangan mata kita, pendengaran telinga kita, kata yang meluncur dari lisan kita, gerak
tangan kita dan ayunan langkah kita, semua itu benar-benar sarat dengan nuansa ketaatan kepada Allah; tak ada sedikit
pun tersisa untuk bermaksiat kepada-Nya. Itulah sejatinya aktivitas yang selalu mengisi kesibukan kita.
Terakhir, dari wasiat Imam Ali ra di atas, bahwa pelajaran yang paling berharga dalam hidup ini adalah mengingat mati
serta mengambil ibrah (pelajaran) dari setiap kematian. Betapapun banyak pelajaran (ilmu) yang kita pelajari hingga kita
menjadi seorang ahli ilmu, tentu semua itu tak bermakna apa-apa jika membuat diri kita melupakan kematian yang
menjadi pintu gerbang bagi kita menuju alam akhirat; Hari Akhir; Hari Perhitungan; Hari Penentuan apakah kita akan
menjadi penduduk surga atau penduduk neraka. Intinya, segala pelajaran yang kita reguk dari berbagai majelis ilmu
semestinya selalu mengingatkan kita pada satu hal: kematian. Makin banyak pelajaran yang kita reguk, makin membuat
kita ingat akan mati. Makin kita mengingat mati, makin zuhud kita terhadap dunia. Sebab, kita amat memahami wasiat
para salafush-shalih, "Siapa saja yang bertambah ilmu (pelajaran)-nya, tetapi tidak bertambah kezuhudannya terhadap
dunia, maka ia tidak bertambah di sisi Allah SWT kecuali semakin jauh dari-Nya."
Jika kita makin zuhud terhadap dunia, orientasi hidup kita pun makin mengarah ke alam akhirat dengan selalu
mempersiapkan bekal untuk meng-hadap-Nya. Sebab, kita pun tentu amat memahami kata-kata penuh hikmah dari
Sayidina Abu Bakar ash-Shidiq ra dalam suatu riwayat, "Siapa saja yang masuk kubur tanpa bekal, dia seperti orang
yang mengarungi lautan tanpa kapal."
Ungkapan ini bermakna, siapa saja yang meninggalkan alam dunia ini dan masuk ke alam barzakh, sementara dia tidak
membawa amal-amal shalih, dia pasti akan 'tenggelam' dalam lautan azab-Nya.
Perumpamaan ini tentu tepat karena amal-amal shalih memang merupakan satu-satunya bekal yang bisa
menyelamatkan setiap manusia dari lautan azab Allah SWT pada Hari Akhirat nanti.
Hari Akhirat sesungguhnya amat dekat, sebagaimana firman Allah SWT (yang artinya): Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kalian kepada Allah, dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dia perbuat untuk hari esok
(akhirat). Bertakwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahatahu atas apa yang kalian kerjakan (TQS al-Hasyr[59]: 18).
Terkait ayat di atas, di dalam tafsirnya Imam al-Qurthubi antara lain mengatakan: Pertama, hari esok (al-ghad)
maknanya adalah Hari Kiamat. Disebut demikian karena dekatnya waktu kedatangan hari tersebut sehingga seperti esok
hari. Artinya, Hari Kiamat pasti tiba. Sesuatu yang pasti tiba adalah dekat (Kullu ât[in] qarîb). Kedua, yang telah diperbuat
(mâ qaddamat) maknanya mencakup semua amal baik maupun amal buruk. Maksudnya, setiap manusia hendaknya
memperhatikan perbuatan baik atau perbuatan buruk yang telah dia lakukan, yang pasti akan mendatangkan
konsekuensi di akhirat nanti: pahala atau siksa/surga atau neraka. Wa mâ tawfîqî illâ billâh.